Mengganti Bata Konvensional dengan Inovasi Cerdas Smart Brick: Bata Berbasis Limbah Organik dengan Sensor Suhu Terintegrasi
Mengganti
Bata Konvensional dengan Inovasi Cerdas Smart Brick: Bata Berbasis Limbah
Organik dengan Sensor Suhu Terintegrasi
Disusun
oleh :
Aqeela
Hervie Ghaida Azka
Pendahuluan
Masalah
kelebaban dinding dan kasus tembok berjamur masih menjadi masalah hingga
sekarang, termasuk di wilayah Jepara yang memiliki kelembapan udara yang
relatif tinggi, sekitar 65% ke atas, yang merupakan angka kelembapan cukup
tinggi. Dinding yang lembab tak hanya merusak estetika dan struktur, namun juga
menyebabkan lingkungan yang kurang sehat, seperti beberapa penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Dan AC (Air Conditioner) biasanya dijadikan sebagai
alternatif, namun penggunaannya justru menambah masalah baru, yaitu peningkatan
emisi gas CFC (Chlorofluorocarbon) yang dapat merusak lapisan ozon, sehingga
batu bata konvensional masih tidak efisien untuk menangani masalah tersebut.
Melihat
masalah tersebut, munculah ide untuk inovasi Smart Brick dengan teknologi IoT.
Batu bata ramah lingkungan berbahan baku pelepah pisang, abu sekam, dan serbuk
kayu yang biasanya hanya menjadi limbah lingkungan. Smart Brick ini dirancang
untuk mengurangi penyerapan kelembapan, sebagai alternatif baru dari batu bata
konvensional, untuk menangani masalah tersebut, banyak orang justru bergantung
pada penggunaan AC. Inovasi ini juga akan memanfaatkan serbuk kayu berupa
limbah mebel dari daerah Jepara yang mayoritas penduduknya pengusaha mebel.
Bata ini dirancang dengan dilengkapi sensor Internet of Things (IoT) yang akan
ditanam di dalam batu bata. Sensor ini akan mengirim data yang terjadi di dalam
ruangan ke dalam perangkat pengguna melalui jaringan nirkabel.
Inovasi ini
diharapkan tidak hanya akan menjawab masalah bangunan yang lembab, namun juga
memperkenalkan proyek bangunan cerdas berbasis penggunaan data pada sistemnya,
dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan penggabungan teknologi digital zaman
sekarang. Harapannya, produk ini dapat menjadi inovasi baru yang lebih ramah
lingkungan, yang dapat menjadikan rumah yang sehat dengan sentuhan futuristik.
Pembahasan
Penggunaan
batu bata konvensional masih memiliki banyak kelemahan dalam penggunaannya,
salah satunya, batu bata konvensional relatif lebih berat. Selain itu, batu
bata cenderung menyerap panas maupun dingin, sehingga menjadikan suhu pada
ruangan tidak stabil. Perembesan air karena udara lembab juga menjadi masalah
yang lumrah terjadi, sehingga menyebabkan dinding berjamur. Dan untuk menangani
masalah tersebut, kebanyakan dari kita malah bergantung pada penggunaan AC untuk
membuat suhu stabil. Padahal, penggunaan AC secara berlebihan hanya akan
menambah penggunaan listrik dan melepaskan gas CFC yang merusak lapisan ozon di
atmosfer.
Smart Brick hadir sebagai solusi
alternatif dan inovatif dari masalah di atas. Produk ini merupakan batu bata
dengan menggabungkan teknologi IoT berbasis data dan pemanfaatan limbah
lingkungan. Batu bata ini dibuat menggunakan limbah organik dari mebel, yaitu
serbuk kayu. Untuk mencapai target dari segi kualitas produksi yang telah
dirumuskan di atas, maka digunakan metode diskusi dan praktek (learning by
doing) dengan jalan mengadakan sosialisasi dan pelatihan tentang tata cara
pembuatan bata ringan menggunakan campuran limbah serbuk kayu (Tika, Agustiana
and Erawan, 2017). Beberapa keunggulan dari bata ringan ini yaitu tentunya
memiliki bobot yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan bata merah,
meskipun mempunyai ukuran yang lebih besar daripada bata merah (Saktika, 2021).
Sedangkan penggunaan abu sekam diharapkan dapat menjadi bahan yang merekatkan
dengan semen karena kandungan silika amorf yang dapat bereaksi pada kalsium
hidroksida dan air, yang dapat menciptakan senyawa mirip semen. Dan abu
sekam yang berpori dan ringan dapat meminimalisir perpindahan kalor. Kandungan
silika di dalamnya juga membantu menjaga suhu ruang tetap stabil dengan cara
memantulkan panas matahari.
Batang pisang merupakan limbah
dari tanaman pisang yang telah ditebang untuk diambil buahnya. Batang pisangnya
dibuang atau ditumpuk dan membusuk di kebun, serta pemanfaatan batang pisang
yang terbatas (Sumbawaty, 2018). Oleh karena itu, penelitian ini ingin
memanfaatkan batang pisang untuk campuran dalam bahan pembuatan Smart Brick.
Memiliki tekstur berserat dan ringan, menjadikan batang pisang memiliki potensi
untuk menjadi bahan pengisi untuk batu bata alternatif ini. Semua bahan
tersebut dipilih karena merupakan limbah lingkungan yang banyak ditemukan di
Jepara dan menambah daya tahan serta kecepatan kering pada batu bata.
Keunikan utama dari Smart Brick
ini adalah penggunaan teknologi IoT yang disisipkan di dalam batu bata,
sehingga bata tersebut memiliki kemampuan membaca suhu dalam ruangan, lalu
mengirimkannya ke perangkat pengguna. Dirancang dapat memberi informasi tentang
suhu ruangan dan memberi peringatan jika ruangan terlalu kering atau lembab,
sehingga pengguna tidak perlu terlalu bergantung pada penggunaan AC untuk
menetralkan suhu—cukup menghidupkannya jika peringatan muncul, dan mematikannya
jika ruangan sudah kembali pada suhu yang diinginkan. Sensor ditanam di dalam
bata, sehingga memberi kesan futuristik. Menggunakan panel surya kecil sebagai
sumber dayanya, sehingga tidak perlu mengganti ulang baterai.
Penutupan
Smart Brick
merupakan inovasi baru yang dapat menjawab tantangan masa kini dalam hal efisiensi
energi, kelembapan bangunan, dan limbah lingkungan. Dengan memanfaatkan limbah
organik di sekitar seperti serbuk kayu, batang pohon pisang, dan abu sekam yang
banyak ditemukan di Jepara, Smart Brick tidak hanya menjadi solusi ramah
lingkungan, tetapi juga menjadi produk yang memperkenalkan teknologi digital
dalam dunia konstruksi melalui sensor IoT. Teknologi ini mampu memantau suhu
ruangan secara real-time, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap
pendingin ruangan seperti AC yang berdampak negatif bagi lingkungan.
Harapannya, Smart Brick dapat
menjadi langkah awal menuju pembangunan berkelanjutan yang cerdas, efisien,
ramah lingkungan, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Inovasi ini juga
membuka peluang baru dalam dunia konstruksi, khususnya di wilayah yang kaya
akan sumber daya lokal seperti di Jepara ini. Sudah saatnya pembangunan tak
hanya kuat dan kokoh, tetapi juga cerdas dan berwawasan lingkungan. Dengan
inovasi kecil namun berdampak besar seperti ini, kita bisa mulai membangun masa
depan yang lebih hijau—satu bata pada satu waktu.
Daftar
Pustaka
Saktika (2021) ‘Hebel vs Bata Merah’. Available at:
https://www.99.co/blog/indonesia/kekuatan-hebel-vs-bata-merah/.
Sumbawaty,
Nola, Sukainil Ahzan, and Dwi Sabda Budi Prasetya. "Uji Porositas dan Kuat
Tekan Batako Ringan Berbahan Dasar Limbah Pengolahan Emas (LPE) dengan Filler
Pohon Pisang (FPP)." e-Saintika 1.2 (2018): 87-93.
Tika, I.
N., Agustiana, I. and Erawan, D. A. W. (2017) ‘Pengolahan limbah serbuk gergaji
kayu
menjadi bata akustik’, in Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat, pp. 585–593.
Komentar
Posting Komentar